Selasa, 08 Oktober 2019

Kendala Pembiayaan Bagi Hasil


KENDALA DAN ILUSTRASI PEMBIAYAAN BAGI HASIL
DI BANK UMUM SYARIAH

Pendahuluan
Di dalam perbankan syariah terdapat konsep yang mengatur hubungan bank dengan nasabah berdasarkan pada ajaran Islam. Hubungan tersebut adalah hubungan kontrak (contactual agreement) atau akad antara investor pemilik dana atau shahibul maal (principal) dengan pengelola dana atau mudharib (agent) yang bekerjasama untuk melakukan usaha yang produktif dan berbagai keuntungan secara adil. Akan tetapi, terkadang terdapat perbedaan kepentingan ekonomis antara principal dengan agent yang dapat memunculkan permasalahan agency theory. Terlebih jika terdapat pemisahan antara fungsi kepemilikan (ownership) dan fungsi pengendalian (control) dalam hubungan keagenan. Agency problem juga disebabkan oleh adanya informasi asymmetri (kesenjangan informasi).
Kontrak mudharabah adalah kontrak keuangan yang sarat dengan aktivitas asymmetric information. Asymmetric information adalah perbedaan informasi yang didapatkan antara pihak bank syariah dan nasabah, dalam hal ini nasabah lebih banyak mengetahui tentang keadaan usaha. Untuk itu dalam pembiayaan mudharabah menuntut adanya kejujuran dan amanah dari semua pihak.
Salah satu solusi yang bisa dilakukan bank syariah adalah dengan mengoptimalisasi skema bagi hasil pada pembiayaan mudharabah dengan cara berlaku adil dalam porsi bagi hasil disetiap pihak. Berdasarkan permasalahan diatas, maka dalam tulisan ini mencoba memberikan beberapa solusi yang bisa dilakukan bank syariah dalam menghadapi masalah diatas.

Pembiayaan dalam Perbankan Syariah
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan deficit unit. Untuk melaksanakan pembiayaan, bank syariah harus memenuhi dua aspek yang sangat penting, yaitu:
a)     Aspek syar’i, yaitu ketika memberikan pembiayaan kepada nasabah, bank syariah harus tetap berpedoman pada prinsip Islam, antara lain tidak mengandung unsur maysir,  gharar, riba, serta bidang usahanya harus halal.
b)    Aspek Ekonomi, yaitu tetap mempertimbangkan perolehan keuntungan dalam memberikan pembiayaan.

Dalam bank syariah terdapat pembiayaan mudharabah, yaitu akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) memberikan modal penuh (100%) dan pihak kedua menjadi pengelola, dengan pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan dan kerugian ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian karena kecurangan atau kelalaian pengelola maka pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut.

Kendala dalam Pembiayaan Mudharabah
Pada pembiayaan mudharabah dikenal istilah principal-agent yaitu hubungan dimana principal menyerahkan wewenangnya kepada agent untuk mengelola usaha. Menurut Maharani terdapat tiga permasalahan dalam hubungan principal-agent, antara lain sebagai berikut:
1)    Terjadinya perbedaan kepentingan antara principal dan agent sehingga masing-masing pihak mementingkan kepentingannya sendiri.
2)    Principal sulit membuktikan usaha yang dilakukan agent.
3)    Masalah pembagian risiko ketika principal dan agent memiliki perbedaan risiko yang ditanggung.
Masalah principal-agent dalam akad mudharabah terjadi ketika kepentingan mudharib bertentangan dengan kepentingan pemilik dana. Dalam akad mudharabah, shahibul maal dilarang untuk ikut campur dalam masalah pengelolaan usaha sehingga mudharib memilik informasi yang lebih banya dan menciptakan peluang terjadinya asymmetric information. Menurut Antonio, pembiayaan mudharabah memiliki tingkat permasalahan yang cukup tinggi, antara lain:
1.     Side Streaming yaitu mudharib menggunakan modal tidak sesuai dengan perjanjian.
2.     Kelalaian dan kesalahan yang disengaja oleh mudharib.
3.     Penyembunyian keuntungan oleh mudharib.

Untuk mengurangi risiko akibat asymmetric information, bank syariah dapat menerapkan sejumlah batasan ketika memberikan pembiayaan kepada nasabah. Batasan tersebut meliputi aturan atau persyaratan yang dapat mengurangi kesempatan mudharib melakukan tindakan yang merugikan shahibul maal.

Informasi asimetri yaitu kondisi tidak seimbangnya informasi yang diterima masing-masing pihak. Terdapat dua jenis informasi asimetri, yaitu:
1.     Adverse Selection (informasi tersembunyi) yaitu satu pihak yang melakukan transaksi usaha memiliki informasi lebih dibandingkan pihak lainnya. Mudharib memiliki informasi lebih baik dari pada shahibul maal.
2.  Moral Hazard (aksi tersembunyi) yaitu satu pihak yang melakukan transaksi dapat mengamati tindakan mereka dalam penyelesaian transaksi sedangkan pihak lainnya tidak. Shahibul maal tidak dapat mengamati pekerjaan mudharib.

Menurut Ciancenelli & Gonzales, dalam perbankan ada tiga hubungan keagenan yang dapat menimbulkan asimetri informasi, yaitu:
1.     Hubungan antara deposan, bank dan regulator (pemerintah melalui Bank Indonesia);
2.     Hubungan antara pemilik, manajer, dan regulator;
3.     Hubungan antara peminjam (borrower), manajer, dan regulator.

Agency Teori dalam Akad Mudharabah
Agency theory menjadi sangat relevan bagi perbankan syariah, karena berkaitan dengan permasalahan tingkat akuntabilitas dan transparansi penggunaan dana nasabah dan pemegang saham. Dari sisi utang, perbankan syariah harus mempertanggungjawabkan atas semua jenis dana investor yang dihimpun. Selanjutnya dari sisi asset, pembiayaan berbasis bagi hasil yang dilakukan oleh perbankan menuntut adanya monitoring yang efektif untuk memberikan keyakinan bahwa usaha yang didanai telah mendapat pengawasan dan pelaporan yang memadai untuk menghindari moral hazard dan mismanagement.
Dalam agency theory, agen diharapkan dapat memenuhi kepentingan principal, namun agen dalam hal ini sering mengambil keputusan dan menjalankan keputusan yang tidak sesuai dengan kepentingan principal.
Menurut Algoud et.al, masalah keagenan pada kontrak mudharabah berasal dari tiga sumber, yaitu:
1.     Tidak adanya syarat jaminan dalam akad mudharabah.
2.     Kontrak mudharabah akan cenderung memunculkan moral hazard karena perbankan syariah tidak bisa membatasi aktivitas pengusaha dalam menentukan usahanya.
3.     Karena pengeluaran usaha seluruhnya ditanggung oleh perbankan syariah.

Khalil, et. al menyebutkan terdapat tiga masalah utama keagenan dalam pembiayaan mudharabah di bank syariah, antara lain:
1.     Besarnya ketidakpastian, bagi hasil pada akad mudharabah berdasarkan pada keuntungan hasil usaha yang dijalankan agent, berarti tidak ada nominal pasti dalam pembagian keuntungan. Lebih jauh lagi agent tidak diawasi principal (bank syariah) sehingga berpeluang menimbulkan masalah seperti agent tidak transparan dalam menyampaikan hasil usaha.
2.     Linieritas yang ekstrim, maksudnya adalah linier sharing antara hasil dengan kinerja dari proyek yang dihasilkan, hasil akhir yang diharapkan tergantung sepenuhnya pada kemampuan agent dan tingkat usaha yang dihasilkan.
3. Terkait dengan kekuatan untuk menentukan kebijakan. Akad mudharabah juga merepresentasikan suatu kekuatan kebijakan sejak agent memulai menangani proyek dan mempunyai hak untuk membuat keputusan terkait dengan investasi dan distribusi aliran kas berikutnya. Hal ini menimbulkan discretion yang penuh atas aset pengusaha, sama seperti yang dimiliki manajer pada proyek sendiri tanpa menghadapi risiko kerugian secara keuangan.

Upaya Mengatasi Agency Problem dalam Pembiayaan Mudharabah
Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya agency problem yaitu bank syariah melakukan monitoring dan nasabah membatasi tindakan-tindakannya (bonding) sehingga dapat mengurangi penyimpangan yang mungkin dilakukan nasabah.
Melalui monitoring shahibul bisa memperoleh informasi yang benar apakah nasabah bisa dipercaya dalam mengelola usahanya, dan juga apakah nasabah bisa menjaga amanah dengan bertindak jujur dalam melaporkan hasil yang diperoleh dan tidak membesar-besarkan biaya yang membuat keuntungan menjadi kecil.
Menurut Karim, untuk mengurangi kemungkinan terjadinya resiko asymmetric information maka bank syariah perlu menerapkan batasan sebagai bagian dari proses monitoring bank syariah ketika menyalurkan pembiayaan kepada mudharib yaitu:
1.     Mudharib ikut dalam penyertaan sehingga menurunkan kecurangan dalam tingkat yang signifikan karena apabila mudharib curang maka mudharib juga menerima kerugian tsb.
2.     Shahibul maal menetapkan batasan bagi mudharib untuk melakukan bisnis yang memiliki resiko rendah.
3.     Transparansi keuangan khususnya pada pelaporan arus kas.
4.     Persyaratan bagi mudharib untuk melakukan bisnis yang biaya tidak terkontrolnya rendah.

Ilustrasi Pembiayaan Bagi Hasil
Studi Kasus Transaksi Mudharabah
pada tanggal 5 Januari 2019, ditandatangani akad pembiayaan mudharabah antara BPRS Minang Raya dengan PT. Ufi Widi senilai Rp100.000.000 untuk pembiayaan proyek renovasi 2 unit puskesmas dari Pemerintah Kota Padang. Bagi hasil usaha didasarkan atas laba bruto proyek dengan komposisi 25% untuk BPRS.transaksi berikut.
1.     Tanggal 5 Januari BPRS Minang Raya membuka rekening komitmen administratif pembiayaan tersebut.
Jawab:
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
Db. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan
100.000.000

Kr. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan

100.000.000

2.  Tanggal 5 Januari BPRS membebankan biaya administrasi pembiayaan kepada PT Ufi Widi sebesar 0,2% dari nilai pembiayaan. Pembebanan langsung dilakukan dengan mendebit rekening PT Ufi Widi.
Jawab:
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
Db. Rekening nasabah-PT Ufi Widi
200.000

Kr. Pendapatan administratif *

200.000
*0,2% x 100.000.000 = 200.000

3. Tanggal 10 Januari 2019, BPRS mencairkan pembiayaan sebesar Rp100.000.000 untuk pembiayaan mudharabah pada proyek renovasi puskesmas yang dikelola oleh PT Ufi Widi.
Jawab:
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
Db. Pembiayaan mudharabah
100.000.000

Kr. Rekening nasabah-PT Ufi Widi

100.000.000
Db. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan
100.000.000

Kr. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan

100.000.000

4.     Tanggal 10 Maret 2019 PT Ufi Widi melaporkan telah menerima uang proyek dari pemerintah untuk puskesmas pertama dengan laba bruto sebesar Rp20.000.000, bagi hasil untuk BPRS (25%) langsung diserahkan secara tunai pada tanggal yang sama.
Jawab:
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
Db. Kas
5.000.000

Kr. Pendapatan mudharabah*

5.000.000
*25% x 20.000.000 = 5.000.000

5.   Tanggal 20 April 2019 PT Ufi Widi melaporkan telah menerima uang proyek dari pemeritah untuk puskesmas kedua dengan laba bruto sebesar Rp16.000.000, bagi hasil untuk BPRS (25%) dibayarkan secara tunai pada tanggal 27 April 2019
Jawab:
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
20 April 2019
Db. Piutang bagi hasil mudharah
4.000.000


Kr. Pendapatan mudharabah-akrual

4.000.000
27 April 2019
Db. Kas
4.000.000


Kr. Piutang bagi hasil mudharabah

4.000.000

Db. Pendapatan mudharabah-akrual
4.000.000


Kr. Pendapatan mudharabah*

4.000.000
*25% x 16.000.000 = 4.000.000

6.     Tanggal 10 Mei 2019, saat jatuh tempo PT Ufi Widi melunasi pembiayaan mudharabah secara tunai sebesar Rp100.000.000
Jawab:
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
Db. Kas
100.000.000

Kr. Pembiayaan mudharabah

100.000.000


Studi Kasus Transaksi Musyarakah
Pada tanggal 12 Januari 2019, BPRS Bangun Marwah Warga (BMW) dan Bapak Hendra menandatangani akad musyarakah permanen untuk pembiayaan usaha fotokopi senilai Rp40.000.000, yang terdiri dari Rp30.000.000 kontribusi BPRS dan Rp10.000.000 kontribusi Bapak Hendra. Bagi hasil didasarkan pada laba bruto (penjualan dikurangi biaya kertas) dengan nisbah bagi hasil 20% BPRS dan 80% Bapak Hendra. Bagi hasil disepakati untuk dibayar dan dilaporkan setiap tanggal 20 mulai bulan Februari. Pembiayaan musyarakah disepakati jatuh tempo pada tanggal 20 April 2019. Buatlah jurnal untuk transaksi berikut:
1.  Tanggal 12 Januari BPRS (saat akad) membuka cadangan pembiayaan musyarakah untuk Bapak Hendra.
Jawab:
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
Db. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan
30.000.000

Kr. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan

30.000.000

2.     Tanggal 12 Januari (saat akad) BPRS membebankan biaya administrasi sebesar 0,2% dari nilai pembiayaan dan langsung diambil dari rekening Bapak Hendra.
Jawab:
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
Db. Rekening nasabah-Hendra
60.000

Kr. Pendapatan administratif*

60.000
*0,2% x 30.000.000 = 60.000

3.     Tanggal 20 Januari BPRS mentrasfer sebesar Rp30.000.000 ke rekening Bapak Hendra sebagai pembayaran porsi investasi BPRS.
Jawab:
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
Db. Pembiayaan musyarakah
30.000.000

Kr. Rekening nasabah-Hendra

30.000.000
Db. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan
30.000.000

Kr. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan

30.000.000

4.     Tanggal 20 Februari 2019 Bapak Hendra melaporkan laba bruto usahanya sebesar Rp5.000.000 dan pada tanggal yang sama membayarkan secara tunai porsi bank sebesar 20% dari laba bruto.
Jawab:
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
Db. Kas
1.000.000

Kr. Pendapatan musyarakah*

1.000.000
*20% x 5.000.000 = 1.000.000

5.     Tanggal 20 Maret 2019 Bapak Hendra melaporkan laba bruto usahanya sebesar Rp4.000.000 dan membayarkan secara tunai porsi bank sebesar 20% dari laba bruto pada tanggal 25 Maret 2019.
Jawab:
Tanggal
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
20 Maret 2019
Db. Piutang bagi hasil musyarakah
800.000


Kr. Pendapatan musyarakah-akrual

800.000
25 Maret 2019
Db. Kas
800.000


Kr. Piutang bagi hasil musyarakah

800.000

Db. Pendapatan musyarakah-akrual
800.000


Kr. Pendapatan musyarakah*

800.000
*20% x 4.000.000 = 800.000

6.     Tanggal 20 April 2019 Bapak Hendra melaporkan laba bruto usahanya sebesar Rp6.000.000 dan pada tanggal yang sama membayarkan secara tunai porsi bank sebesar 20% dari laba bruto.
Jawab:
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
Db. Kas
1.200.000

Kr. Pendapatan musyarakah*

1.200.000
*20% x 6.000.000 = 1.200.000

7.     Tanggal 20 April 2019, saat jatuh tempo, Bapak Hendra melunasi pembiayaan musyarakah sebesar Rp30.000.000 via debit rekening.
Jawab:
Rekening
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
Db. Rekening nasabah-Hendra
30.000.000

Kr. Pembiayaan musyarakah

30.000.000




Sumber:
Aswadi Lubis. (2016). Agency Problem Dalam Penerapan Pembiayaan Akad Mudharabah Pada Perbankan Syariah. ALQALAM Vol. 33, No.1 (Januari-Juni 2016)
Rizal Yaya., Aji Erlangga Martawireja., dan Ahim Abdurahim. (2014). Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer (edisi 2). Jakarta: Salemba Empat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sukuk dan Repo Syariah

MEKANISME SUKUK DAN REPO SYARIAH A.     Pengertian SUKUK Dalam  fatwa  nomor 32/DSN-MUI/IX/2002, sukuk merupakan surat berharga jang...