KENDALA DAN ILUSTRASI PEMBIAYAAN BAGI HASIL
DI BANK UMUM SYARIAH
Pendahuluan
Di dalam perbankan syariah terdapat konsep yang
mengatur hubungan bank dengan nasabah berdasarkan pada ajaran Islam. Hubungan tersebut
adalah hubungan kontrak (contactual
agreement) atau akad antara investor pemilik dana atau shahibul
maal (principal)
dengan pengelola dana atau mudharib
(agent) yang bekerjasama untuk melakukan usaha yang
produktif dan berbagai keuntungan secara adil. Akan tetapi, terkadang terdapat
perbedaan kepentingan ekonomis antara principal dengan agent yang dapat
memunculkan permasalahan agency
theory. Terlebih jika terdapat pemisahan antara fungsi
kepemilikan (ownership)
dan fungsi pengendalian (control)
dalam hubungan keagenan. Agency problem juga disebabkan oleh adanya informasi asymmetri
(kesenjangan informasi).
Kontrak mudharabah
adalah kontrak keuangan yang sarat dengan aktivitas asymmetric information.
Asymmetric information
adalah perbedaan informasi yang didapatkan antara pihak bank syariah dan
nasabah, dalam hal ini nasabah lebih banyak mengetahui tentang keadaan usaha. Untuk
itu dalam pembiayaan mudharabah menuntut adanya kejujuran dan amanah dari semua
pihak.
Salah satu solusi yang bisa
dilakukan bank syariah adalah dengan mengoptimalisasi skema bagi hasil pada
pembiayaan mudharabah dengan cara berlaku adil dalam porsi bagi hasil disetiap
pihak. Berdasarkan permasalahan diatas, maka dalam tulisan ini mencoba
memberikan beberapa solusi yang bisa dilakukan bank syariah dalam menghadapi
masalah diatas.
Pembiayaan dalam Perbankan
Syariah
Pembiayaan merupakan salah satu
tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi
kebutuhan deficit unit. Untuk melaksanakan pembiayaan,
bank syariah harus memenuhi dua aspek yang sangat penting, yaitu:
a) Aspek
syar’i, yaitu ketika
memberikan pembiayaan kepada nasabah, bank syariah harus tetap berpedoman pada
prinsip Islam, antara lain tidak mengandung unsur maysir, gharar,
riba, serta bidang usahanya harus halal.
b)
Aspek
Ekonomi, yaitu tetap mempertimbangkan perolehan keuntungan dalam memberikan
pembiayaan.
Dalam bank syariah terdapat pembiayaan mudharabah,
yaitu akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal)
memberikan modal penuh (100%) dan pihak kedua menjadi pengelola, dengan
pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan dan kerugian ditanggung oleh
pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya
kerugian karena kecurangan atau kelalaian pengelola maka pengelola harus
bertanggungjawab atas kerugian tersebut.
Kendala dalam Pembiayaan
Mudharabah
Pada pembiayaan mudharabah dikenal istilah principal-agent
yaitu hubungan dimana principal menyerahkan
wewenangnya kepada agent untuk
mengelola usaha. Menurut Maharani terdapat tiga permasalahan dalam
hubungan principal-agent, antara
lain sebagai berikut:
1) Terjadinya perbedaan kepentingan antara principal dan agent sehingga masing-masing pihak mementingkan
kepentingannya sendiri.
2) Principal sulit membuktikan usaha yang dilakukan agent.
3)
Masalah
pembagian risiko ketika principal dan agent memiliki
perbedaan risiko yang ditanggung.
Masalah principal-agent
dalam akad mudharabah
terjadi ketika kepentingan mudharib bertentangan dengan kepentingan pemilik
dana. Dalam akad mudharabah, shahibul maal dilarang untuk ikut campur dalam
masalah pengelolaan usaha sehingga mudharib memilik informasi yang lebih banya
dan menciptakan peluang terjadinya asymmetric
information. Menurut
Antonio,
pembiayaan mudharabah memiliki tingkat permasalahan
yang cukup tinggi, antara lain:
1. Side Streaming yaitu mudharib menggunakan modal tidak sesuai dengan
perjanjian.
2. Kelalaian dan kesalahan yang disengaja oleh mudharib.
3.
Penyembunyian
keuntungan oleh mudharib.
Untuk mengurangi risiko akibat asymmetric information,
bank syariah dapat menerapkan sejumlah batasan ketika memberikan pembiayaan
kepada nasabah. Batasan tersebut meliputi aturan atau persyaratan yang dapat
mengurangi kesempatan mudharib
melakukan tindakan yang merugikan shahibul maal.
Informasi asimetri yaitu kondisi tidak seimbangnya informasi yang
diterima masing-masing pihak. Terdapat dua jenis informasi asimetri, yaitu:
1. Adverse Selection (informasi tersembunyi) yaitu satu pihak
yang melakukan transaksi usaha memiliki informasi lebih dibandingkan pihak
lainnya. Mudharib memiliki informasi lebih baik dari pada shahibul
maal.
2. Moral Hazard (aksi tersembunyi) yaitu satu pihak yang
melakukan transaksi dapat mengamati tindakan mereka dalam penyelesaian
transaksi sedangkan pihak lainnya tidak. Shahibul maal tidak dapat
mengamati pekerjaan mudharib.
Menurut
Ciancenelli & Gonzales, dalam perbankan ada tiga hubungan keagenan yang
dapat menimbulkan asimetri informasi, yaitu:
1.
Hubungan antara deposan, bank dan
regulator (pemerintah melalui Bank Indonesia);
2.
Hubungan antara pemilik, manajer,
dan regulator;
3.
Hubungan antara peminjam (borrower),
manajer, dan regulator.
Agency Teori dalam Akad
Mudharabah
Agency theory menjadi sangat relevan
bagi perbankan syariah, karena berkaitan dengan permasalahan tingkat
akuntabilitas dan transparansi penggunaan dana nasabah dan pemegang saham. Dari
sisi utang, perbankan syariah harus mempertanggungjawabkan atas semua jenis
dana investor yang dihimpun. Selanjutnya dari sisi asset, pembiayaan berbasis
bagi hasil yang dilakukan oleh perbankan menuntut adanya monitoring yang
efektif untuk memberikan keyakinan bahwa usaha yang didanai telah mendapat
pengawasan dan pelaporan yang memadai untuk menghindari moral hazard dan mismanagement.
Dalam agency theory, agen diharapkan dapat memenuhi kepentingan principal, namun agen dalam hal ini sering mengambil keputusan dan menjalankan keputusan yang tidak sesuai dengan kepentingan principal.
Menurut Algoud et.al, masalah keagenan pada kontrak mudharabah berasal dari tiga sumber, yaitu:
1. Tidak adanya syarat jaminan dalam akad mudharabah.
2. Kontrak mudharabah akan cenderung memunculkan moral hazard karena perbankan syariah tidak bisa membatasi aktivitas pengusaha dalam menentukan usahanya.
3. Karena pengeluaran usaha seluruhnya ditanggung oleh perbankan syariah.
Khalil, et. al menyebutkan terdapat tiga masalah utama keagenan dalam pembiayaan mudharabah di bank syariah, antara lain:
1. Besarnya ketidakpastian, bagi hasil pada akad mudharabah berdasarkan pada keuntungan hasil usaha yang dijalankan agent, berarti tidak ada nominal pasti dalam pembagian keuntungan. Lebih jauh lagi agent tidak diawasi principal (bank syariah) sehingga berpeluang menimbulkan masalah seperti agent tidak transparan dalam menyampaikan hasil usaha.
2. Linieritas yang ekstrim, maksudnya adalah linier sharing antara hasil dengan kinerja dari proyek yang dihasilkan, hasil akhir yang diharapkan tergantung sepenuhnya pada kemampuan agent dan tingkat usaha yang dihasilkan.
3. Terkait dengan kekuatan untuk menentukan kebijakan. Akad mudharabah juga merepresentasikan suatu kekuatan kebijakan sejak agent memulai menangani proyek dan mempunyai hak untuk membuat keputusan terkait dengan investasi dan distribusi aliran kas berikutnya. Hal ini menimbulkan discretion yang penuh atas aset pengusaha, sama seperti yang dimiliki manajer pada proyek sendiri tanpa menghadapi risiko kerugian secara keuangan.
Upaya Mengatasi Agency Problem dalam
Pembiayaan Mudharabah
Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir
terjadinya agency
problem yaitu bank syariah melakukan monitoring dan
nasabah membatasi tindakan-tindakannya (bonding)
sehingga dapat mengurangi penyimpangan yang mungkin dilakukan nasabah.
Melalui monitoring
shahibul bisa memperoleh informasi yang benar apakah nasabah bisa dipercaya
dalam mengelola usahanya, dan juga apakah nasabah bisa menjaga amanah dengan
bertindak jujur dalam melaporkan hasil yang diperoleh dan tidak membesar-besarkan
biaya yang membuat keuntungan menjadi kecil.
Menurut Karim, untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya resiko asymmetric
information maka bank syariah perlu menerapkan batasan sebagai
bagian dari proses monitoring
bank syariah ketika menyalurkan pembiayaan kepada mudharib yaitu:
1. Mudharib
ikut dalam penyertaan sehingga menurunkan kecurangan dalam tingkat yang
signifikan karena apabila mudharib curang maka mudharib juga menerima kerugian
tsb.
2. Shahibul
maal menetapkan batasan bagi mudharib untuk melakukan bisnis yang memiliki
resiko rendah.
3. Transparansi
keuangan khususnya pada pelaporan arus kas.
4. Persyaratan
bagi mudharib untuk melakukan bisnis yang biaya tidak terkontrolnya rendah.
Ilustrasi Pembiayaan Bagi Hasil
Studi Kasus Transaksi Mudharabah
pada tanggal 5 Januari 2019, ditandatangani akad pembiayaan mudharabah
antara BPRS Minang Raya dengan PT. Ufi Widi senilai Rp100.000.000 untuk pembiayaan
proyek renovasi 2 unit puskesmas dari Pemerintah Kota Padang. Bagi hasil usaha
didasarkan atas laba bruto proyek dengan komposisi 25% untuk BPRS.transaksi berikut.
1. Tanggal 5 Januari BPRS Minang Raya membuka rekening komitmen administratif pembiayaan tersebut.
Jawab:
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan
|
100.000.000
| |
Kr. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan
|
100.000.000
|
2. Tanggal 5 Januari BPRS membebankan biaya administrasi pembiayaan kepada PT Ufi Widi sebesar 0,2% dari nilai pembiayaan. Pembebanan langsung dilakukan dengan mendebit rekening PT Ufi Widi.
Jawab:
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Rekening nasabah-PT Ufi Widi
|
200.000
| |
Kr. Pendapatan administratif *
|
200.000
|
*0,2% x 100.000.000 = 200.000
3. Tanggal 10 Januari 2019, BPRS mencairkan pembiayaan sebesar Rp100.000.000 untuk pembiayaan mudharabah pada proyek renovasi puskesmas yang dikelola oleh PT Ufi Widi.
Jawab:
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Pembiayaan mudharabah
|
100.000.000
| |
Kr. Rekening nasabah-PT Ufi Widi
|
100.000.000
| |
Db. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan
|
100.000.000
| |
Kr. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan
|
100.000.000
|
4. Tanggal 10 Maret 2019 PT Ufi Widi melaporkan telah menerima uang proyek dari pemerintah untuk puskesmas pertama dengan laba bruto sebesar Rp20.000.000, bagi hasil untuk BPRS (25%) langsung diserahkan secara tunai pada tanggal yang sama.
Jawab:
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Kas
|
5.000.000
| |
Kr. Pendapatan mudharabah*
|
5.000.000
|
*25% x 20.000.000 = 5.000.000
5. Tanggal 20 April 2019 PT Ufi Widi melaporkan telah menerima uang proyek dari pemeritah untuk puskesmas kedua dengan laba bruto sebesar Rp16.000.000, bagi hasil untuk BPRS (25%) dibayarkan secara tunai pada tanggal 27 April 2019
Jawab:
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
20 April 2019
|
Db. Piutang bagi hasil mudharah
|
4.000.000
| |
Kr. Pendapatan mudharabah-akrual
|
4.000.000
| ||
27 April 2019
|
Db. Kas
|
4.000.000
| |
Kr. Piutang bagi hasil mudharabah
|
4.000.000
| ||
Db. Pendapatan mudharabah-akrual
|
4.000.000
| ||
Kr. Pendapatan mudharabah*
|
4.000.000
|
*25% x 16.000.000 = 4.000.000
6. Tanggal 10 Mei 2019, saat jatuh tempo PT Ufi Widi melunasi pembiayaan mudharabah secara tunai sebesar Rp100.000.000
Jawab:
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Kas
|
100.000.000
| |
Kr. Pembiayaan mudharabah
|
100.000.000
|
Studi Kasus Transaksi Musyarakah
Pada tanggal 12 Januari 2019, BPRS
Bangun Marwah Warga (BMW) dan Bapak Hendra menandatangani akad musyarakah
permanen untuk pembiayaan usaha fotokopi senilai Rp40.000.000, yang terdiri
dari Rp30.000.000 kontribusi BPRS dan Rp10.000.000 kontribusi Bapak Hendra.
Bagi hasil didasarkan pada laba bruto (penjualan dikurangi biaya kertas) dengan
nisbah bagi hasil 20% BPRS dan 80% Bapak Hendra. Bagi hasil disepakati untuk
dibayar dan dilaporkan setiap tanggal 20 mulai bulan Februari. Pembiayaan musyarakah
disepakati jatuh tempo pada tanggal 20 April 2019. Buatlah jurnal untuk
transaksi berikut:
1. Tanggal 12 Januari BPRS (saat akad) membuka cadangan pembiayaan musyarakah untuk Bapak Hendra.
Jawab:
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan
|
30.000.000
| |
Kr. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan
|
30.000.000
|
2. Tanggal 12 Januari (saat akad) BPRS membebankan biaya administrasi sebesar 0,2% dari nilai pembiayaan dan langsung diambil dari rekening Bapak Hendra.
Jawab:
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Rekening nasabah-Hendra
|
60.000
| |
Kr. Pendapatan administratif*
|
60.000
|
*0,2% x 30.000.000 = 60.000
3. Tanggal 20 Januari BPRS mentrasfer sebesar Rp30.000.000 ke rekening Bapak Hendra sebagai pembayaran porsi investasi BPRS.
Jawab:
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Pembiayaan musyarakah
|
30.000.000
| |
Kr. Rekening nasabah-Hendra
|
30.000.000
| |
Db. Kewajiban komitmen administratif pembiayaan
|
30.000.000
| |
Kr. Pos lawan komitmen administratif pembiayaan
|
30.000.000
|
4. Tanggal 20 Februari 2019 Bapak Hendra melaporkan laba bruto usahanya sebesar Rp5.000.000 dan pada tanggal yang sama membayarkan secara tunai porsi bank sebesar 20% dari laba bruto.
Jawab:
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Kas
|
1.000.000
| |
Kr. Pendapatan musyarakah*
|
1.000.000
|
*20% x 5.000.000 = 1.000.000
5. Tanggal 20 Maret 2019 Bapak Hendra melaporkan laba bruto usahanya sebesar Rp4.000.000 dan membayarkan secara tunai porsi bank sebesar 20% dari laba bruto pada tanggal 25 Maret 2019.
Jawab:
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
20 Maret 2019
|
Db. Piutang bagi hasil musyarakah
|
800.000
| |
Kr. Pendapatan musyarakah-akrual
|
800.000
| ||
25 Maret 2019
|
Db. Kas
|
800.000
| |
Kr. Piutang bagi hasil musyarakah
|
800.000
| ||
Db. Pendapatan musyarakah-akrual
|
800.000
| ||
Kr. Pendapatan musyarakah*
|
800.000
|
*20% x 4.000.000 = 800.000
6. Tanggal 20 April 2019 Bapak Hendra melaporkan laba bruto usahanya sebesar Rp6.000.000 dan pada tanggal yang sama membayarkan secara tunai porsi bank sebesar 20% dari laba bruto.
Jawab:
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Kas
|
1.200.000
| |
Kr. Pendapatan musyarakah*
|
1.200.000
|
*20% x 6.000.000 = 1.200.000
7. Tanggal 20 April 2019, saat jatuh tempo, Bapak Hendra melunasi pembiayaan musyarakah sebesar Rp30.000.000 via debit rekening.
Jawab:
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Rekening nasabah-Hendra
|
30.000.000
| |
Kr. Pembiayaan musyarakah
|
30.000.000
|
Sumber:
Aswadi Lubis. (2016). Agency Problem Dalam Penerapan Pembiayaan Akad Mudharabah Pada Perbankan Syariah. ALQALAM Vol. 33, No.1 (Januari-Juni 2016)
Rizal Yaya., Aji Erlangga Martawireja., dan Ahim Abdurahim. (2014). Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer (edisi 2). Jakarta: Salemba Empat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar